Jumat, 11 April 2014

Bono: Fenomena Alam dan Legenda Seven Ghosts

Pada tanggal 17-24 Maret 2011 Rip Curl Team yang berjumlah 17 orang melakukan kegiatan berselancar diatas Gelombang Bono dan sekaligus mendokumentasikan fenomena gelombang Bono di Muara Sungai Kampar, Kecamatan Teluk Meranti Propinsi Riau agar lebih di kenal masyarakat internasional. Beberapa nama yang sangat dikenal di dunia peselancar terlibat pada aktivitas yang bernama Project Bono tersebut antara lain Tom Curren (USA) Alive surfing legend and 4 times world champ, Bruno Santos (BRZ) TOP 3 ASP South America and former ASP WT 2010 and 2006 Junior World Champ ISA, Tyler Larronde (FRA) big media push on 2010 and Younger Tow surfer ever/ Biillabon XXL qualification, Dean Brady (AUS) RC Australia Official team leader, dan Oney Anwar (IND) RC Asia Official team leader. 

Bono merupakan nama yang diberikan oleh masyarakat Teluk Meranti kepada gelombang yang terkategori Tidal Bore, yaitu fenomena hidrodinamika yang terkait dengan pergerakan massa air dimana gelombang pasang menjalar menuju ke hulu dengan kekuatan yang bersifat merusak.  Bono menjadi terkenal karena telah cukup banyak memakan korban jiwa dan merusakkan kapal-kapal yang sedang melintas jika harus berpapasan tanpa mampu menghindar dengan Bono. Selama ini, cerita-cerita yang berkembang dan berseliweran di masyarakat menggambarkan Bono hanya sebagai fenomena alam yang mengerikan dan menakutkan.

Legenda turun menurun yang tidak pernah dituliskan tetapi hanya tersebar dari mulut ke mulut mengungkapkan kalau pada awalnya Bono di Sungai Kampar berjumlah 7 ekor, kemudian salah satu dari anak Bono mati dan menghilang karena ditembak oleh meriam Belanda. 6 ekor Bono yang tersisa kemudian dari yang kecil hingga yang besar pada saat-saat tertentu datang mengamuk untuk menunjukkan kekuatan dan keberingasannya laksana induk yang marah karena kehilangan anaknya.
Cerita lain yang berkembang adalah Bono yang ada di sungai Kampar merupakan Bono jantan sedangkan Bono yang berada di Sungai Kubu merupakan Bono betina. Pada musim pasang mati, Bono jantan menemui Bono betina untuk mengajaknya bermain di selat Malaka. Jika bulan mulai membesar mereka masing-masing kembali ke tempat asalnya, Bono jantan mudik ke sungai Kampar dan Bono betina mudik ke sungai Rokan. Semakin sempurna bulan di langit semakin kedua Bono bergembira untuk berpacu dengan dahsyat menuju asalnya sehingga semakin menderu dan bergemuruh sampai ke tempat masing-masing.
Konon katanya pada zaman Belanda, rakyat Teluk Meranti telah sering ditantang keberaniannya oleh Belanda untuk mengendarai kapal di atas Gelombang Bono dengan imbalan Rp. 5 yang pada masa itu tentunya dianggap berjumlah cukup banyak. Istilah untuk keberanian menaklukkan Bono dikenal oleh masyarakat setempat dengan Bekudo Bono.
Fenomena Bono yang gelombang ketinggiannya mencapai 4-6 meter di Propinsi Riau ditemukan pada Sungai Kampar dan di Sungai Kubu, Kabupaten Rokan Hilir. Berdasarkan kajian ilmiah, Bono tercipta disebabkan oleh kondisi di muara sungai terjadi pendangkalan berat sehingga saat air pasang datang dari laut maka air pasang tidak dapat bergerak ke hulu dengan lancar tercegah oleh endapan dan bentuk muara yang menguncup. Gelombang pasang surut yang bertemu dengan arus sungai Kampar menyebabkan terbentuknya Bono di Muara Sungai Kampar.
Dikarenakan tidak semua muara sungai atau teluk dapat melahirkan Gelombang Bono, maka fenomena Bono di Kecamatan Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau menjadi pesona alam yang dianggap unik dan menarik. Berdasarkan laporan Tidal Bore Research Society beberapa Todal Bore yang pernah terjadi di negara lain yaitu di Batang Lumpar (Malaysia), Sungai Siene (Francis), Sungai Shubenacadie dan Sungai Stewackie (Canada), Sungai Yang Tse-Kiang dan Sungai Hangzhou (Hangchow) di China, Bore di Sungai Amazon (pororoca) di Brazil, tidal bore di Sungai Seine (mascaret) di Perancis, dan Tidal Bore Hoogly di Sungai Gangga. Bore tertinggi dari seratus kejadian yang terpantau dari 60 tempat di seluruh dunia terjadi di Buy of Fundy Kanada.
Aksi-aksi yang dipertontonkan peselancar kelas dunia di Sungai Kampar oleh Rip Curl Team pada bulan maret lalu sangat berhasil memukau masyarakat Pelalawan pada khususnya dan mampu memberikan perspektif yang berbeda dalam memandang Bono .

Bono di Sungai Kampar bukan lagi sesuatu yang menakutkan, akan tetapi menjadi fenomena alam yang menyajikan keindahan berbeda dari gelombang besar yang ada di laut. Bahkan Pemerintah Kabupaten Pelalawan semakin terdorong untuk mengembangkan Bono sebagai aset wisata daerah, yang tentunya untuk mewujudkannya dibutuhkan keseriusan pemerintah dan dukungan dari berbagai pihak agar Bono layak ditampilkan sebagai bagian dari kemolekan tubuh Indonesia.
Rasionalitas dan mistikal tidaklah melulu untuk saling dibenturkan, masing-masing ranah memiliki tempatnya sendiri untuk dikembangkan agar khazanah kekayaan bangsa menyeruakkan aroma rempah-rempah wangi menggoda Indonesia yang memikat dan menebarkan benih-benih Paling Indonesia dan Indonesia Paling kaya wajah, kaya bahasa, kaya budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar