JIKA Anda ke Desa Teluk Meranti di Semenanjung
Kampar, yang masuk wilayah Kabupaten Pelalawan, Riau, selain akan
disuguhi cerita tentang lahan gambut di semenanjung itu, tak jarang juga
soal gelombang bono. Masyarakat setempat percaya gelombang tinggi itu
hanya ada di Sungai Kampar dan Sungai Rokan, Riau, serta di Sungai
Amazon, Benua Amerika.
Berbagai legenda menyelimuti fenomena
gelombang bono, seperti halnya gelombang tinggi di laut. Seorang tetua
di Teluk Meranti, Abu Sama (78), menuturkan legenda turun-temurun yang
didengarnya. "Kawasan hutan gambut di Semenanjung Kampar pada tahun 1415
masih berupa lautan. Yang ada saat itu Kuala Kampar yang merupakan
lokasi Candi Muara Takus. Candi ini dibuat sebagai mas kawin dari
seorang pangeran India yang hendak menikahi seorang putri dari sebuah
kerajaan di Sumatera," katanya saat ditemui baru-baru ini.
Seratus
tahun kemudian, tidak jauh dari Kuala Kampar, muncul Pulau Langgam yang
kemudian terhubung dengan Kuala Kuantan-melewati Bengkinang. Setelah
itu, muncul Pulau Lawan yang kini disebut Pelalawan, di dekat
Bengkinang.
Suatu hari, Raja Pelalawan mengirim orang berlayar ke
Pangkalan Malako atau Selat Malaka. Belum lagi sampai, kapal kandas di
Tanjung Bayang dan rombongan kembali ke Pelalawan.
Raja tidak
percaya kapal bisa kandas di laut dalam. Lalu, dikirimlah kembali
rombongan untuk berlayar ke sana di bawah pimpinan gadis mayang terurai
dengan iringan hulubalang. Mereka pergi naik kapal yang dilengkapi tiga
sekoci.
Kapal berlayar saat air pasang. Sesampainya di tempat yang
sama, kapal yang ditumpangi kembali kandas karena dilamun ombak. "Kapal
pecah dan lama-lama menjadi Pulau Serapung. Sekocinya menjadi Pulau
Tiga, sedangkan hulubalang menjadi lumba-lumba," ujar Abu Sama.
Sejak
itu, orang mulai percaya terhadap adanya gelombang tinggi di alur yang
kini menjadi Sungai Kampar. "Iyo bono cerita engkau (Iya benar cerita
engkau)," demikian komentar mereka.
Bono dalam bahasa setempat
artinya benar. Itu sebabnya gelombang tinggi yang terjadi di Sungai
Kampar disebut gelombang bono. Sayangnya, tidak banyak kajian ilmiah
mengenai fenomena alam ini. Setidaknya, yang muncul dari hasil pencarian
melalui situs mesin pencari, seperti Google dan ditemukan di Blog Riau Daily Photo yang berjudul Bono Sungai Kampar, Gelombang
bono melintasi perkampungan Teluk Meranti yang berada di tepi Sungai
Kampar. Seorang warga Teluk Meranti, Junaina (32), mengungkapkan, saat
ia kecil gelombang bono bisa mencapai 3 meter sehingga air sungai masuk
ke rumah-rumah yang berada persis di tepi Sungai Kampar. "Air masuk
sambil membawa ikan-ikan yang kemudian kami tangkapi," ujar Junaina.
Abu
Sama menambahkan, sejak dibangunnya dam Pembangkit Listrik Tenaga Air
(PLTA) Kotopanjang, ketinggian gelombang bono berkurang, khususnya saat
mencapai Desa Teluk Meranti. "Kekuatan gelombang dipecahkan oleh dam
PLTA. Dulu orang pernah melihat gelombang bono di dekat muara Sungai
Kampar bisa mencapai 7 meter," katanya.
Akrabnya warga dengan
gelombang bono membuat mereka mampu memperkirakan waktu kedatangan bono.
Ali Asar (52), misalnya, mengatakan, bono akan datang bersama air
pasang baik siang maupun malam hari, terutama saat pasang penuh pada
tanggal 10-20 (penanggalan Melayu atau Arab).
Bono akan datang
berselisih satu jam lebih lambat daripada hari sebelumnya. Sebagai
contoh, bila hari ini datang pukul 11.00, besok datang pukul 12.00.
Kedatangan gelombang yang termasuk fenomena alam ini ditandai suara
gemuruh di kejauhan.
Gelombang bono diperkirakan terjadi akibat
pertemuan beberapa arus di Selat Malaka dan arus dari Laut Cina Selatan,
yang kemudian menimbulkan gelombang besar, lalu masuk muara Sungai
Kampar dan bergerak menuju hilir.
Warga biasanya akan berkumpul
menyaksikan kedatangan bono di Pantai Ogis, yang berjarak 2 kilometer
dari Balai Desa Teluk Meranti di Kecamatan Teluk Meranti. Bahkan, banyak
anak bermain bono yang disebut bekudo bono, yakni menunggangi gelombang
dengan pompong (kapal motor) atau speed boat, seperti orang
berselancar.
Tentu saja permainan yang dilakukan di siang hari itu
berisiko tinggi. Tidak jarang timbul korban tewas karena diempas
gelombang bono. Namun, peminat "wisata" bono tidak berkurang. Mereka
tidak hanya datang dari Desa Teluk Meranti, tetapi juga dari desa lain,
yang jaraknya lumayan jauh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar