Senin, 22 April 2013

Gelombang Bono SUngai Kampar

JIKA Anda ke Desa Teluk Meranti di Semenanjung Kampar, yang masuk wilayah Kabupaten Pelalawan, Riau, selain akan disuguhi cerita tentang lahan gambut di semenanjung itu, tak jarang juga soal gelombang bono. Masyarakat setempat percaya gelombang tinggi itu hanya ada di Sungai Kampar dan Sungai Rokan, Riau, serta di Sungai Amazon, Benua Amerika.

Berbagai legenda menyelimuti fenomena gelombang bono, seperti halnya gelombang tinggi di laut. Seorang tetua di Teluk Meranti, Abu Sama (78), menuturkan legenda turun-temurun yang didengarnya. "Kawasan hutan gambut di Semenanjung Kampar pada tahun 1415 masih berupa lautan. Yang ada saat itu Kuala Kampar yang merupakan lokasi Candi Muara Takus. Candi ini dibuat sebagai mas kawin dari seorang pangeran India yang hendak menikahi seorang putri dari sebuah kerajaan di Sumatera," katanya saat ditemui baru-baru ini.

Seratus tahun kemudian, tidak jauh dari Kuala Kampar, muncul Pulau Langgam yang kemudian terhubung dengan Kuala Kuantan-melewati Bengkinang. Setelah itu, muncul Pulau Lawan yang kini disebut Pelalawan, di dekat Bengkinang.

Suatu hari, Raja Pelalawan mengirim orang berlayar ke Pangkalan Malako atau Selat Malaka. Belum lagi sampai, kapal kandas di Tanjung Bayang dan rombongan kembali ke Pelalawan.
Raja tidak percaya kapal bisa kandas di laut dalam. Lalu, dikirimlah kembali rombongan untuk berlayar ke sana di bawah pimpinan gadis mayang terurai dengan iringan hulubalang. Mereka pergi naik kapal yang dilengkapi tiga sekoci.

Kapal berlayar saat air pasang. Sesampainya di tempat yang sama, kapal yang ditumpangi kembali kandas karena dilamun ombak. "Kapal pecah dan lama-lama menjadi Pulau Serapung. Sekocinya menjadi Pulau Tiga, sedangkan hulubalang menjadi lumba-lumba," ujar Abu Sama.

Sejak itu, orang mulai percaya terhadap adanya gelombang tinggi di alur yang kini menjadi Sungai Kampar. "Iyo bono cerita engkau (Iya benar cerita engkau)," demikian komentar mereka.
Bono dalam bahasa setempat artinya benar. Itu sebabnya gelombang tinggi yang terjadi di Sungai Kampar disebut gelombang bono. Sayangnya, tidak banyak kajian ilmiah mengenai fenomena alam ini. Setidaknya, yang muncul dari hasil pencarian melalui situs mesin pencari, seperti Google dan ditemukan di Blog Riau Daily Photo yang berjudul Bono Sungai Kampar, Gelombang bono melintasi perkampungan Teluk Meranti yang berada di tepi Sungai Kampar. Seorang warga Teluk Meranti, Junaina (32), mengungkapkan, saat ia kecil gelombang bono bisa mencapai 3 meter sehingga air sungai masuk ke rumah-rumah yang berada persis di tepi Sungai Kampar. "Air masuk sambil membawa ikan-ikan yang kemudian kami tangkapi," ujar Junaina.


Abu Sama menambahkan, sejak dibangunnya dam Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kotopanjang, ketinggian gelombang bono berkurang, khususnya saat mencapai Desa Teluk Meranti. "Kekuatan gelombang dipecahkan oleh dam PLTA. Dulu orang pernah melihat gelombang bono di dekat muara Sungai Kampar bisa mencapai 7 meter," katanya.
Akrabnya warga dengan gelombang bono membuat mereka mampu memperkirakan waktu kedatangan bono. Ali Asar (52), misalnya, mengatakan, bono akan datang bersama air pasang baik siang maupun malam hari, terutama saat pasang penuh pada tanggal 10-20 (penanggalan Melayu atau Arab).

Bono akan datang berselisih satu jam lebih lambat daripada hari sebelumnya. Sebagai contoh, bila hari ini datang pukul 11.00, besok datang pukul 12.00. Kedatangan gelombang yang termasuk fenomena alam ini ditandai suara gemuruh di kejauhan.

Gelombang bono diperkirakan terjadi akibat pertemuan beberapa arus di Selat Malaka dan arus dari Laut Cina Selatan, yang kemudian menimbulkan gelombang besar, lalu masuk muara Sungai Kampar dan bergerak menuju hilir.

Warga biasanya akan berkumpul menyaksikan kedatangan bono di Pantai Ogis, yang berjarak 2 kilometer dari Balai Desa Teluk Meranti di Kecamatan Teluk Meranti. Bahkan, banyak anak bermain bono yang disebut bekudo bono, yakni menunggangi gelombang dengan pompong (kapal motor) atau speed boat, seperti orang berselancar.

Tentu saja permainan yang dilakukan di siang hari itu berisiko tinggi. Tidak jarang timbul korban tewas karena diempas gelombang bono. Namun, peminat "wisata" bono tidak berkurang. Mereka tidak hanya datang dari Desa Teluk Meranti, tetapi juga dari desa lain, yang jaraknya lumayan jauh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar